MAKALAH
ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
BAB
5- HUKUM PERJANJIAN
Nama : Regita Shandra Nirwana
Kelas : 2EB23
NPM : 26212088
UNIVERSITAS GUNADARMA
Kata Pengantar
Assalamualaykum warrahmatullahi wabarakatuh
Puji syukur
penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,hidayah dan
rizki-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Bab 4 Softskill ini yang
membahas tentang Hukum Perjanjian.
Pembuatan Makalah ini merupakan tugas dari mata kuliah Softskill.
Hukum Perjanjian
yang dibahas dalam Makalah ini adalah bagaimana kita menyikapi suatu perjanji
yang terjadi diatara kedua belah pihak atau lebih. Dari perjanjian tersebut
kita harus menyadari sisi apa saja yang harus kita agar perjanjian yang
dilakukan mebuahkan sebuah kelancaran, keberkahan, serta mendapatkan hikmah.
Semoga makalah
ini bermanfaat bagi yang membacanya, dan tentunya makalah inipun jauh dari
sempurna, karena sempurna hanya milik Allah SWT semata.
Wabillahi taufiq walhidayah, wassalamualaykum
warrahmatullahi wabarakatuh
Bekasi, April 2014
Penulis,
Daftar Isi
Kata Pengantar………………………………………………………...1
Daftar Isi………………………………………………………………..2
Hukum Perjanjian……………………………………………………..3
1. Standar Kontrak………………………………………………3
2. Macam-macam Perjanjian…………………………................3
3. Syarat Sahnya Perjanjian…………………………………….4
4. Saat Lahirnya Perjanjian…..…………………………………5
5. Pelaksanaan Perjanjian dan Pembatalan Perjanjian……….6
Penutup…………………………………………………………………7
Kesimpulan……………………………………………………….7
Sumber……………………………………………………………7
Hukum Perjanjian
Hukum perjanjian merupakan hukum yang terbentuk akibat
adanya suatu pihak yang mengikatkan dirinya kepada pihak lain.Atau dapat juga
dikatan hukum perjanjian adalah suatu hukum yang terbentuk akibat seseorang
yang berjanji kepada orang lain untuk melakukan sesuatu hal. Dalam hal
ini,kedua belah pihak telah menyetujui untuk melakukan suatu perjanjian
tanpa adanya paksaan maupun keputusan yang hanya bersifat sebelah pihak.
1. Standar Kontrak
Menurut
Mariam Darus, standar kontrak terbagi 2 yaitu umum dan khusus.
-
Kontrak standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu
oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur.
-
Kontrak standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik
adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
b.
Menurut Remi Syahdeini, keabsahan berlakunya kontrak baru tidak perlu lagi
dipersoalkan karena kontrak baru eksistensinya sudah merupakan kenyataan.
Kontrak
baru lahir dari kebutuhan masyarakat. Dunia bisnis tidak dapat berlangsung
dengan kontrak baru yang masih dipersoalkan.
Suatu
kontrak harus berisi:
-Nama
dan tanda tangan pihak-pihak yang membuat kontrak.
-Subjek
dan jangka waktu kontrak
-Lingkup
kontrak
-Dasar-dasar
pelaksanaan kontrak
-Kewajiban
dan tanggung jawab
-Pembatalan
kontrak
2. Macam-macam
Perjanjian
1.
Perjanjian Jual Beli
Dalam
surat ini disebutkan bahwa pihak penjual diwajibkan menyerahkan suatu barang
kepada pihak pembeli. Sebaliknya, pihak pembeli diwajibkan menyerahkan sejumlah
uang (sebesar harga barang tersebut) kepada pihak penjual sesuai dengan
kesepakatan kedua belah pihak. Setelah penandatanganan surat tersebut, kedua
belah pihak terikat untuk menyelesaikan kewajiban masing masing. Setiap
pelanggaran atau kelainan dalam memenuhi kewajiban akan mendatangkan
konsekuensi hokum karena pihak yang dirugikan berhak mengajukan tuntutan atau
klaim.
2.
Perjanjian Sewa Beli ( angsuran)
Surat
ini boleh dinyatakan sama dengan surat jual beli. Bedanya harga barang yang di
bayarkan oleh pihak pembeli dilakukan dengan cara mengangsur. Barangnya
diserahkan kepada pihak pembeli setelah surat perjanjian sewa beli
ditandatangani. Namun hak kepemilikan atas barang tersebut masih berada di
tangan pihak penjual. Jadi sebelum pembayaran atas barang tersebut masih di
angsur, pihak pembeli masih berstatus sebagai penyewa. Dan selama itu pihak
pembeli tidak berhak menjual barang yang disebutkan dalam perjanjian sewa beli
tersebut. Selanjutnya hak milik segera jatuh ke tangan pembeli saat pembayaran
angsuran/cicilan terakhir dilunasi.
3.
Perjanjian Sewa Menyewa
Perjanjian
ini merupakan suatu persetujuan antara pihak yang menyewakan dan pihak yang
menyewa., dimana pihak yang menyewa (pihak 1) berjanji menyerahkan suatu barang
(tanah, bangunan, dll) kepada pihak penyewa (pihak II) selama jangka waktu yang
di tentukan kedua belah pihak. Sementara itu pihak penyewa di wajibkan membayar
sejumlah uang tertentu atas pemakaian barang tersebut.
4.
Perjanjian Borongan
Perjanjian
ini dibuat antara pihak pemilik proyek dan pihak pemborong, dimana pihak
pemborong setuju untuk melaksanakan pekerjaan borongan sesuai dengan syarat
syarat/spesifikasi serta waktu yang di tetapkan/disepakati oleh kedua belah
pihak. Untuk itu pihak pemilik proyek wajib memebayar sejumlah uang tertentu
(harga pekerjaan borongan) yang telah di sepakati kedua belah pihak kepada
pihak pemborong
5.
Perjanjian Meminjam Uang
Surat
perjanjian ini merupakan persetujuan antara pihak piutang dengan pihak
berhutang untuk menyerahkan sejumlah uang. Pihak yang berpiutang meminjamkan
sejumlah uang kepada pihak yang meminjam, dan pihak peminjam wajib membayar
kembali hutang tersebut ditambah dengan buang yang biasanya dinyatakan dalam
persen dari pokok pinjaman, dalam jangka waktu yang telah disepakati.
6.
Perjanjian Kerja
Pada
dasarnya surat perjanjian kerja dan perjanjian jual beli adalah sama. Yang
membedakan adalah obyek perjanjiannya. Bila dalam surat perjanjian jual beli
objeknya adalah barang atau benda, maka objek dalam surta perjanjian kerja
adalah jasa kerja dan pelayanan Para pihak dalam surat perjanjian kerja adalah
majikan (pemilik usaha) dan pekerja (penyedia jasa).
Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam membuat surat perjanjian kerja adalah :
Lama
masa kerja
Jenis
pekerjaan
Besarnya
upah atau gaji beserta tunjangan. Pihak majikan biasanya telah mempunyai suatu
pegangan atau standar gaji untuk menentukan gaji yang layak untuk suatu tingkat
keahlian kerja.
Jam
kerja per hari, jaminan sosial, hak cuti, dan kemungkinan untuk memperpanjang
perjanjian tersebut.
3. Syarat Sahnya
perjanjian
Untuk
mengetahui apakah suatu perjanjian adalah sah atau tidak sah, maka perjanjian
tersebut harus diuji dengan beberapa syarat. Terdapat 4 syarat keabsahan
kontrak yang diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata, yang merupakan syarat pada
umumnya, sebagai berikut
Syarat
sah yang subyekif berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata
Disebut
dengan syarat subyektif karena berkenaan dengan subyek perjanjian. Konsekuensi
apabila tidak terpenuhinya salah satu dari syarat subyektif ini adalah bahwa
kontrak tersebut dapat “dapat dibatalkan” atau “dimintakan batal” oleh salah
satu pihak yang berkepentingan. Apabila tindakan pembatalan tersebut tidak
dilakukan, maka kontrak tetap terjadi dan harus dilaksanakan seperti suatu
kontrak yang sah.
1. Adanya
kesepakatan kehendak
Dengan
syarat kesepakatan kehendak dimaksudkan agar suatu kontrak dianggap saah oleh
hukum, kedua belah pihak mesti ada kesesuaian pendapat tentang apa yang diatur
oleh kontrak tersebut. Oleh hukum umumnya diterima teori bahwa kesepakatan
kehendak itu ada jika tidak terjadinya salah satu unsur-unsur sebagai berikut.
a) Paksaan (dwang, duress)
b) Penipuan (bedrog, fraud)
c) Kesilapan (dwaling, mistake)
Sebagaimana
pada pasal 1321 KUH Perdata menentukan bahwa kata sepakat tidak sah apabila
diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan.
2.
Wenang/
Kecakapan berbuat menurut hukum
Syarat
wenang berbuat maksudnya adalah bahwa pihak yang melakukan kontrak haruslah
orang yang oleh hukum memang berwenang membuat kontrak tersebut. Sebagaimana
pada pasal 1330 KUH Perdata menentukan bahwa setiap orang adalah cakap untuk
membuat perikatan, kecuali undang-undang menentukan bahwa ia tidak cakap.
Mengenai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian dapat kita
temukan dalam pasal 1330 KUH Perdata, yaitu
a) Orang-orang yang belum dewasa
b) Mereka yang berada dibawah pengampuan
c) Wanita yang bersuami. Ketentuan ini
dihapus dengan berlakunya Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan.
Karena pasal 31 Undang-Undang ini menentukan bahwa hak dan kedudukan suami
istri adalah seimbang dan masing-masing berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
Syarat
sah yang objektif berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata
Disebut
dengan syarat objektif karena berkenaan dengan obyek perjanjian. Konsekuensi
hukum apabila tidak terpenuhinya salah satu objektif akibatnya adalah kontrak
yang dibuat batal demi hukum. Jadi sejak kontrak tersebut dibuat kontrak
tersebut telah batal.
3.
Obyek
/ Perihal tertentu
Dengan
syarat perihal tertentu dimaksudkan bahwa suatu kontrak haruslah berkenaan
dengan hal yang tertentu, jelas dan dibenarkan oleh hukum. Mengenai hal ini
dapat kita temukan dalam pasal 1332 ddan1333 KUH Perdata.
Pasal
1332 KUH Perdata menentukan bahwa
“Hanya
barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu
perjanjian”
Sedangkan
pasal 1333 KUH Perdata menentukan bahwa
“Suatu
perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit
ditentukan jenisnya
Tidaklah
menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu
terkemudian dapat ditentukan / dihitung”
4.
Kausa
yang diperbolehkan / halal/ legal
Maksudnya
adalah bahwa suatu kontrak haruslah dibuat dengan maksud / alasan yang sesuai
hukum yang berlaku. Jadi tidak boleh dibuat kontrak untuk melakukan hal-hal
yang bertentangan dengan hukum. Dan isi perjanjian tidak dilarang oleh
undang-undang atau tidak bertentangan dengan kesusilaan / ketertiban umum
(Pasal 1337 KUH Perdata). Selain itu pasal 1335 KUH Perdata juga menentukan
bahwa suatu perjanjian yang dibuat tanpa sebab atau dibuat karena suatu sebab
yang palsu atau terlarang adalah tidak mempunyai kekuatan hukum.
Atau
ada pula agar suatu kontrak dapat dianggap sah oleh hukum, haruslah memenuhi
beberapa persyaratan yuridis tertentu. Terdapat 4 persyaratan yuridis agar
suatu kontrak dianggap sah, sebagai berikut:
1.
Syarat sah yang objektif berdasarkan pasal 1320 KUHP Perdata
a) Objek / Perihal tertentu
b) Kausa yang diperbolehkan / dihalalkan /
dilegalkan
2.
Syarat sah subyektif berdsarkan pasal 1320 KUHP Perdata
a) Adanya kesepakatan dan kehendak
b) Wenang berbuat
3.
Syarat sah yang umum diluar pasal 1320 KUHP Perdata
a) Kontrak harus dilakukan dengan I’tikad
baik
b) Kontrak tidak boleh bertentangan dengan
kebiasaan yang berlaku
c) Kontrak harus dilakukan berdasarkan
asas kepatutan
d) Kontrak tidak boleh melanggar
kepentingan umum
4.
Syarat sah yang khusus
a) Syarat tertulis untuk kontrak-kontrak
tertentu
b) Syarat akta notaris untuk
kontrak-kontrak tertentu
c) Syarat akta pejabat tertentu (selain
notaris) untuk kontrak-kontrak tertentu
d) Syarat izin dari pejabat yang berwenang
untuk kontrak-kontrak tertentu
4. Saat Lahirnya
Perjanjian
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
a) kesempatan penarikan kembali penawaran;
b) penentuan resiko;
c) saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
d) menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
a) kesempatan penarikan kembali penawaran;
b) penentuan resiko;
c) saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
d) menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Berdasarkan
Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang
dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya
konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang
diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).
Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).
Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.
Ada
beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak
yaitu:
a. Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.
b. Teori Pengiriman (Verzending Theori).
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
d. Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak.
a. Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.
b. Teori Pengiriman (Verzending Theori).
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
d. Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak.
5. Pelaksanaan
Perjanjian dan Pembatalan Perjanjian
Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli.
Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.
Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.
Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli.
Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.
Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.
Pembatalan
Perjanjian
Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena;
1. Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
2. Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
3. Terkait resolusi atau perintah pengadilan
4. Terlibat hokum
5. Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian
Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena;
1. Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
2. Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
3. Terkait resolusi atau perintah pengadilan
4. Terlibat hokum
5. Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian
Penutup
Kesimpulan
Dalam hal perjanjian ini,
pihak-pihak yang membuat perjanjian dapat mengetahui hal-hal apa saja yang
harus di lakukan agar supaya perjanjian yang telah dijalankan dapat sesuai
dengan yang dikehendaki dan tidak menimbulkan sesuatu yang tidak diinginkan.
Sumber:
http://patriciasimatupang.wordpress.com/2012/06/05/satndar-kontrak-dan-macam-macam-perjanjian/
http://srirahayu-myblog.blogspot.com/2013/06/hukum-perjanjian.html
http://spsiadira.blogspot.com/2013/04/macam-macam-perjanjian-berikut-contohnya.html
http://antikadpurie.blogspot.com/2013/04/syarat-syarat-sahnya-perjanjian-kontrak.html
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/hukum-perjanjian-16/
No comments:
Post a Comment