MAKALAH
ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
BAB
12 – Perlindungan Konsumen
Nama : Regita Shandra Nirwana
Kelas : 2EB23
NPM : 26212088
UNIVERSITAS GUNADARMA
Kata Pengantar
Assalamualaykum warrahmatullahi wabarakatuh
Puji syukur
penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,hidayah dan
rizki-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Bab 12 Softskill ini
yang membahas tentang Perlindungan Konsumen. Pembuatan Makalah ini
merupakan tugas dari mata kuliah Softskill.
Upaya
perlindungan konsumen di tanah air didasarkan pada sejumlah asas dan
tujuan yang telah diyakini bias
memberikan arahan dalam implementasinya di
tingkatan
praktis
Semoga makalah
ini bermanfaat bagi yang membacanya, dan tentunya makalah inipun jauh dari sempurna,
karena sempurna hanya milik Allah SWT semata.
Wabillahi taufiq walhidayah, wassalamualaykum
warrahmatullahi wabarakatuh
Bekasi, Mei 2014
Penulis,
Daftar Isi
Kata Pengantar………………………………………………………...2
Daftar Isi………………………………………………………………..3
Perlindungan Konsumen………….…………….……………………..4
1.
Pengertian Konsumen……………………………………………...4
2.
Azas dan Tujuan……………………………………………………4
3.
Hak dan Kewajiban Konsumen…………………………………...4
4.
Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha………………………………..5
5.
Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha……………………...6
6.
Klausula Baku dalam Perjanjian………………………………….6
7.
Tanggung Jawab Pelaku Usaha…………………………………...7
8.
Sanksi………………………………………………………………..8
Penutup…………………………………………………………………9
Kesimpulan……………………………………………………..9
Sumber……………….…………………………………………9
1. Konsumen
Konsumen
adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,
baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup
lain dan tidak untuk diperdagangkan. Jika
tujuan pembelian produk tersebut untuk dijual kembali (Jawa: kulakan), maka dia disebut pengecer atau distributor.
.
2. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
Dengan adanya asas dan
tujuan yang jelas, hukum perlindungan
konsumen memiliki dasar
pijakan yang benar-benar kuat.
2.4.1. Asas perlindungan
konsumen .
Berdasarkan UU
Perlindungan Konsumen pasal 2, ada lima asas perlindungan
konsumen.
Asas manfaat
Maksud asas ini adalah
untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan
konsumen harus memberikan manfaat sebesar- besarnya bagi kepentingankonsumen
dan pelau usaha secara keseluruhan.
Asas keadilan
Asas ini dimaksudkan
agar partisipasi seluruh rakyat bias diwujudkan secara maksimal dan memberikan
kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknyadan
melaksanakan kewajibannya secara adil.
Asas keseimbangan
Asas ini dimaksudkan
untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan
pemerintah dalam arti material maupun spiritual. d. Asas keamanan dan
keselamatan konsumen.
Asas keamanan dan
keselamatan konsumen
Asas ini dimaksudkan
untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam
penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa yang dikonsumsi atau
digunakan.
Asas kepastian hukum
Asas ini dimaksudkan
agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan
dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian
hukum.
3. Hak dan Kewajiban Konsumen
Hak-Hak Konsumen
Sebagai pemakai
barang/jasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban. Pengetahuan tentang
hak-hak konsumen sangat penting agar orang bisa bertindak sebagai konsumen yang
kritis dan mandiri. Tujuannya, jika ditengarai adanya tindakan yang tidak adil
terhadap dirinya, ia secara spontan menyadari akan hal itu. Konsumen kemudian
bisa bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya. Dengan kata lain, ia
tidak hanya tinggal diam saja ketika menyadari bahwa hak-haknya telah dilanggar
oleh pelaku usaha.
Berdasarkan UU
Perlindungan konsumen pasal 4, hak-hak konsumen sebagai berikut :
Hak atas kenyamanan,
keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang/jasa.
Hak untuk memilih dan
mendapatkan barang/jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan
yang dijanjikan .
Hak atas informasi yang
benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa.
Hak untuk didengar
pendapat keluhannya atas barang/jasa yang digunakan.
Hak untuk mendapatkan
advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen
secara patut.
Hak untuk mendapatkan
pembinaan dan pendidikan konsumen.
Hak untuk diperlakukan
atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskrimainatif.
Hak untuk mendapatkan
kompensasi, ganti rugi, atau penggantian, jika barang/jasa yang diterima tidak
sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
Hak-hak yang diatur
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Disamping hak-hak dalam
pasal 4 juga terdapat hak-hak konsumen yang dirumuskan dalam pasal 7, yang
mengatur tentang kewajiban pelaku usaha. Kewajiban dan hak merupakan antinomi
dalam hukum, sehingga kewajiban pelaku usaha merupakan hak konsumen. selain hak-hak
yang disebutkan tersebut ada juga hak untuk dilindungi dari akibat negatif
persaingan curang. Hal ini dilatarbelakangi oleh pertimbangan bahwa kegiatan
bisnis yang dilakukan oleh pengusaha sering dilakukan secara tidak jujur yang
dalam hukum dikenal dengan terminologi ” persaingan curang”.
Di Indonesia persaingan
curang ini diatur dalam UU No. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat, juga dalam pasal 382 bis KUHP. Dengan
demikian jelaslah bahwa konsumen dilindungi oleh hukum, hal ini terbukti telah
diaturnya hak-hak konsumenyang merupakan kewajiban pelaku usaha dalam UU No. 8
tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, termasuk didalamnya juga diatur
tentang segala sesuatu yang berkaitan apabila hak konsumen, misalnya siapa yang
melindungi konsumen (bab VII), bagaimana konsumen memperjuangkan hak-haknya
(bab IX, X, dan XI).
Kewajiban Konsumen
Kewajiban Konsumen
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen
adalah :
Membaca atau mengikuti
petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau
jasa, demi keamanan dan keselamatan;
Beritikad baik dalam
melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
Membayar sesuai dengan
nilai tukar yang disepakati;
Mengikuti upaya
penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
4. Hak dan kewajiban
pelaku usaha / pengusaha diatur dalam pasal 6 dan 7 UU No. 8 / 1999.
Hak pelaku usaha adalah:
1) hak
untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan
nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
2) hak
untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak
baik;
3) hak
untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa
konsumen;
4) hak
untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
5) hak-hak
yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban pelaku usaha
adalah:
1) beritikad
baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
2) memberikan
informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
3) memperlakukan
atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
4) menjamin
mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan
ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
5) memberi
kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa
tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat
dan/atau yang diperdagangkan;
6) memberi
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
7) memberi
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang
dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
5. PERBUATAN YANG DILARANG BAGI PELAKU USAHA
Dalam pasal 8 sampai dengan pasal 17
undang-undang nomor 8 tahun 1999, mengatur perbuatan hukum yang dilarang bagi
pelaku usaha larangan dalam memproduksi atau memperdagangkan, larangan dalam
menawarkan , larangan-larangan dalam penjualan secara obral / lelang , dan
dimanfaatkan dalam ketentuan periklanan .
1. larangan dalam memproduksi / memperdagangkan.
Pelaku usaha dilarang memproduksi atau
memperdagangkan barang atau jasa, misalnya :
• tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan
standar yang dipersyaratkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan ;
• tidak sesuai dengan berat isi bersih atau
neto;
• tidak sesuai dengan ukuran , takaran,
timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
• tidak sesuai denga kondisi, jaminan,
keistimewaan sebagaimana dinyatakan dalam label,
etika , atau keterangan barang atau jasa tersebut;
• tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan
dalam label;
• tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara
halal;
• tidak memasang label atau membuat penjelasan
barang yang memuat barang, ukuran , berat isi atau neto
6. KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN
Di dalam pasal 18 undang-undang nomor 8 tahun
1999, pelaku usaha dalam menawarkan barang dan jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang membuat atau mencantunkan klausula baku pada setiap
dokumen atau perjanjian, antara lain
:
1. menyatakan pengalihan tanggungn jawab pelaku
usaha .
2. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak
penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen.
3. pelaku usaha berhak menolak penyerahan
kembali uang yang dibayarkan atas barang atau jasa yang di beli konsumen.
4. pemberian klausa dari konsumen kepada pelaku
usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala
tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli konsumen secara
angsuran
5. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya
kegunaan barang atau manfaat jasa yang dibeli oleh konsumen.
6. memberi hak kepada pelaku usaha untuk
mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi
objek jual beli jasa.
Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku
yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara terlihat
atau tidak dapat dibaca seacra jelas atau yang pengungkapannya sulit dimengerti
sebagai konsekuensinya setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku
usaha dalam dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana di atas
telah dinaytakan batal demi hukum. Oleh karena itu , pelaku usaha diwajibkan
untuk menyesuaikan klausula baku yang dibuatnya yang bertentangan dengan
undang-undang.
7. TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA
Setiap pelaku usaha harus bertanggung jawab atas
produk yang dihasilkan atau diperdagangkan. Tanggung jawab produk timbul
dikarenakan kerugian yang dialami konsumen sebagai akibat dari “ produk yang
cacat “, bisa dikarenakan kekurang cermatan dalam memproduksi, tidak sesuai
dengan yang diperjanjikan atau kesalahan yang dilakukan oleh pelaku usaha.
Dengan kata lain, pelaku usaha ingkar janji atau melakukan perbuatan melawan
hukum.
Di dalam undang-undang nomor 8 tahun 1999 diatur
psal 19 sampai dengan pasal 28. di dalam pasal 19 mengatur tanggung jawab
kesalahan pelaku usaha terhadap produk yang dihasilkan atau diperdagangkan
dengan memberi ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran, kerusakan, kerugian
konsumen.
Sementara itu, pasal 20 dan pasal 21 mengatur
beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk
melakukan pembuktian, sedangkan pasal 22 menentukan bahwa pembuktian terhadap
ada tidaknya unsure kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana telah diatur dalam
pasal 19
Di dalam pasal 27 disebut hal-hal yang
membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab atas kerugian yand diderita
konsumen, apabila :
1. barang tersebut terbukti seharusnya tidak
diedarkan atau tidak dimaksud untuk diedarkan ;
2. cacat barabg timbul pada kemudian hari;
3. cacat timul akibat ditaatinya ketentuan
mengenai kualifikasi barang ;
4. kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen ;
5. lewatnya jangka waktu penuntutan 4 tahun
sejak barang dibeli atau lewat jangka waktu yang diperjanjikan.
8.
Hukuman atau sanksi adalah perlakuan tertentu yang sifatnya
tidak mengenakkan atau menimbulkan penderitaan, yang diberikan kepada pihak
pelaku perilaku
menyimpang. Hukuman
semestinya diberikan sebanding dengan kualitas penyimpangan yang dilakukan.
Pemberian hukuman tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Biasanya pemberian
hukuman dilakukan oleh pihak-pihak yang berwenang. Siapakah yang dimaksud sebagai pihak yang berwenang, sangat tergantung pada
konteks persoalannya. Misalnya, dalam konteks kehidupan di kantor, maka pihak
berwenang adalah atasan. Dalam konteks kehidupan soaial pihak yang berwenang memberikan
hukuman misalnya polisi atau pengadilan.
Demikian pula, pemberian hukuman tidak boleh dilakukan
sembarangan atau sesuka hati. Pada prinsipnya hukuman harus diberikan setimpal
dengan kualitas kesalahan. Lembaga peradilan biasanya telah mengatur mekanisme
pemberian hukuman. Fungsi dari hukuman, setidaknya ada dua, yaitu:
Menyadarkan pelaku perilaku meyimpang sehingga tidak melakukan
perilaku menyimpang lagi.
Memberikan contoh kepada pihak yang tidak melakukan perilaku
menyimpang, bahwa bila mereka melakukan perilaku menyimpang akan mendapatkan
hukuman.
Penutup
Kesimpulan
Memberikan perlindungan hak bagi
para konsumen sebagaia pemakai barang dan jasa.
Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Konsumen
http://vegadadu.blogspot.com/2011/04/perbuatan-yang-dilarang-bagi-pelaku.html
http://vegadadu.blogspot.com/2011/04/klausula-baku-dalam-perjanjian.html
http://mardyantongara.wordpress.com/
http://sangkoeno.blogspot.com/2013/09/hak-dan-kewajiban-konsumen-serta-pelaku.html
http://vegadadu.blogspot.com/2011/04/tanggung-jawab-pelaku-usaha.html
http://www.pengertianahli.com/2013/12/pengertian-hukumansanksi.html