Tuesday, June 10, 2014

Rencana Masa Depan

Nama               : Regita Shandra Nirwana
Kelas               : 2EB23
Npm                : 26212088

Rencana Masa Depan

Jika mendengar kata masa depan yang dipikiran kita masing-masing adalah rencana yang akan kita buat untuk menyongsong kehidupan yang lebih baik lagi. Entah itu rencana memperbaiki diri sendiri, urusan pekerjaan, menikah, dan lain sebagainya.

Nah, rencana masa depan saya yang telah saya rencanakan *Insya Allah terwujud hehe yaitu:
Ingin segera menyandang gelar wisuda S1 Akuntansi yang sedang saya lalui..Aamiin yaa Rabb semoga tepat waktu sama seperti impian-impian mahasiswa-mahasiswa lainnya.
Selanjutnya, setelah lulus, rencananya saya ingin melanjutkan bekerja sambil sedikit demi sedikit menyisihkan hasil jerih payah untuk ditabung sambil mencari beasiswa untuk kuliah S2 di luar negeri, ya, itu impian saya dan sekali lagi…semoga terwujud…Aamiin yaa Rabb
Setelah itu tentunya saya ingin sekali memiliki usaha dalam bidang fashion, yaitu memiliki butik sendiri, dengan desain-desain baju yang saya rancang sendiri tentunya dengan bantuan teman-teman yang bekerja sama dengan saya. Aamiin yaa Rabb..
Dan selanjutnya saya ingin menikah juga dengan laki-laki terbaik pilihan Allah, yang Insya Allah dapat membina rumah tangga dengan sebaik-baiknya, saling menutupi kekurangan, serta memilik anak-anak yang ganteng dan cantik.


Sekian Rencana Masa Depan saya, tentunya itu semua atas izin Allah SWT. Semoga dapat terwujud sesuai dengan keinginan saya, apabila tidak terwujud itu berarti masih bukan jalannya, Allah knows what the best for you, dan jangan lupa untuk selalu berusaha dan berdoa dalam setiap langkah yang kita jalani. Semoga terwujud…Aamiin Yaa Rabb J

BAB 14 – Penyelesaian Sengketa Ekonomi

MAKALAH ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
BAB 14 – Penyelesaian Sengketa Ekonomi





Nama        : Regita Shandra Nirwana
Kelas         : 2EB23
NPM          : 26212088

UNIVERSITAS GUNADARMA



Kata Pengantar


Assalamualaykum warrahmatullahi wabarakatuh
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,hidayah dan rizki-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Bab 14 Softskill ini yang membahas tentang  Penyelesaian Sengketa Ekonomi. Pembuatan Makalah ini merupakan tugas dari mata kuliah Softskill.
Penyelesaian suatu perilaku pertentangan antara kedua orang atua lembaga atau lebih yang menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberikan sanksi hukum bagi salah satu diantara keduanya.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi yang membacanya, dan tentunya makalah inipun jauh dari sempurna, karena sempurna hanya milik Allah SWT semata.

Wabillahi taufiq walhidayah, wassalamualaykum warrahmatullahi wabarakatuh





Bekasi, Mei 2014       
  Penulis,                                             












Daftar Isi
Kata Pengantar………………………………………………………...2
Daftar Isi………………………………………………………………..3
Penyelesaian Sengketa Ekonomi……………...………..……………..4
1.    Pengertian Sengketa……………………………………………..4
2.    Cara-cara Penyelesaian Sengketa………………………………4
3.    Negosiasi…………………………………………………………..4
4.    Mediasi4…………………………………………………………..4
5.    Arbitrase………………………………………………………….4
6.    Perbandingan antara Perundingan, Arbitrase, dan Ligitasi….4
Penutup…………………………………………………………………5
Kesimpulan……………………………………………………..5
Sumber……………….…………………………………………5









Penyelesaian Sengketa Ekonomi
1. Pengertian Sengketa

Sengketa adalah perilaku pertentangan antara kedua orang atua lembaga atau lebih yang menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberikan sanksi hukum bagi salah satu diantara keduanya.

2. Cara-cara Penyelesaian Sengketa

Sengketa dapat di selesaikan dengan berbagai cara dintara nya :

- Negosiasi

- Mediasi

- Arbitrasi

- Konsiliasi

- Enquiry (Penyelidikan)

- Pengadilan

3. NEGOSIASI
Negosiasi adalah sarana palingbanyak digunakan. Sarana ini telah dipandang sebagai sarana yang paling efektif. Lebih dari 80% (delapan puluhpersen) sengketa di bidang bisnis tercapaipenyelesaiannya melalui cara ini. Penyelesaiannyatidak win-losetetapi win-win. Karena itu pula carapenyelesaian melalui cara ini memang dipandang yangmemuaskan para pihak.
4. MEDIASI
Mediasi adalah upaya penyelesaian konflikdengan melibatkan pihak ketiga yang netral, yang tidakmemiliki kewenangan mengambil keputusan yang membantupihak-pihak yang bersengketa mencapai penyelesaian(solusi) yang diterima oleh kedua belah pihak.
5. ARBITRASE

Penyelesaian sengketa melalui arbitra sesudah semakin populer di kalangan pengusaha. Kontrak-kontrak komersial sudah cukup banyak mencantumkanklausul arbitrase dalam kontrak mereka. Dewasa ini BadanArbitrase Nasional Indonesia(BANI), sudah semakinpopuler. Badan-badan penyelesaian sengketa sejenis telahpula lahir. Di antaranya adalah Badan Arbitrase MuamalatIndonesia (BAMUI), badan penyelesaian sengketa bisnis,dll.

6. Perbandingan antara Perundingan, Arbitrase, dan Ligitasi

Perbedaan antara Perundingan, Arbitrase, dan Ligitasi ialah sebagai berikut :

- Perundingan ialah tindakan atau proses menawar untuk meraih tujuan atau kesepakatan yang bisa diterima.

- Arbitrase merupakan kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan

- Ligitasi adalah proses dimana seorang individu atau badan membawa sengketa, kasus ke pengadilan atau pengaduan dan penyelesaian tuntutan atau penggantian atas kerusakan.

Jadi perbandingan diantara ketiganya ini merupakan tahapan dari suatu penyelesaian pertikaian. Tahap pertama terlebih dahulu melakukan perundingan diantara kedua belah pihak yang bertikai, kedua ialah ke jalan Arbitrase ini di gunakan jika kedua belah pihak tidak bisa menyelesaikan pertikaian yang ada oleh sebab itu memerlukan pihak ketiga. Ketiga ialah tahap yang sudah tidak bisa diselesaikan dengan menggunakan pihak ketiga oleh sebab ini mereka mebutuhkan hukum atau pengadilan untuk menyelesaikan pertikaian yang ada.















Penutup

Kesimpulan
            Penyelesaian sengketa bagi para pemilik usaha atau lembaga yang tersangkut beberapa masalah dapat diselesaikan dengan tahapan-tahapan cara penyelesaian sengketa.

Sumber:
http://tugaskuliah-adit.blogspot.com/2012/04/penyelesaian-sengketa-ekonomi.html
http://wahyupembalapsepeda.blogspot.com/2013/06/penyelesaian-sengketa-ekonomi.html




BAB 13 – Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

MAKALAH ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
BAB 13 – Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat






Nama        : Regita Shandra Nirwana
Kelas         : 2EB23
NPM          : 26212088

UNIVERSITAS GUNADARMA


Kata Pengantar


Assalamualaykum warrahmatullahi wabarakatuh
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,hidayah dan rizki-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Bab 13 Softskill ini yang membahas tentang  Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pembuatan Makalah ini merupakan tugas dari mata kuliah Softskill.

Pasar Monopoli adalah suatu bentuk pasar di mana hanya terdapat satu penjual yang menguasai pasar. Penentu harga pada pasar injadalah seorang penjual atau sering disebut sebagai "monopolis".

Semoga makalah ini bermanfaat bagi yang membacanya, dan tentunya makalah inipun jauh dari sempurna, karena sempurna hanya milik Allah SWT semata.

Wabillahi taufiq walhidayah, wassalamualaykum warrahmatullahi wabarakatuh





Bekasi, Mei 2014       
  Penulis,                                             












Daftar Isi
Kata Pengantar………………………………………………………...2
Daftar Isi………………………………………………………………..3
Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat………….…………………………………………..……………..4
1.    Pengertian………………………….…………………………..…4
2.    Azas dan Tujuan………..………………………………………..4
3.    Kegiatan yang dilarang………………………………………….4
4.    Perjanjian yang dilarang…..…………………………………….6
5.    Hal-hal yang dikecualikan dalam UU Anti Monopoli…………7
6.    Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)………….………8
7.    Sanksi…………………………………………………………..…8

Penutup…………………………………………………………………9
Kesimpulan……………………………………………………..9
Sumber……………….…………………………………………9









1. Pengertian

Pasar Monopoli adalah suatu bentuk pasar di mana hanya terdapat satu penjual yang menguasai pasar. Penentu harga pada pasar injadalah seorang penjual atau sering disebut sebagai "monopolis".
Sebagai penentu harga (price-maker), seorang monopolis dapat menaikan atau mengurangi harga dengan cara menentukan jumlah barang yang akan diproduksi; semakin sedikit barang yang diproduksi, semakin mahal harga barang tersebut, begitu pula sebaliknya. Walaupun demikian, penjual juga memiliki suatu keterbatasan dalam penetapan harga. Apabila penetapan harga terlalu mahal, maka orang akan menunda pembelian atau berusaha mencari atau membuat barang subtitusi (pengganti) produk tersebut.

2. Asas dan Tujuan

Asas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.

Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.

3. Kegiatan yang Dilarang

Dalam UU No.5/1999,kegiatan yang dilarang diatur dalam pasal 17 sampai dengan pasal 24. Undang undang ini tidak memberikan defenisi kegiatan,seperti halnya perjanjian. Namun demikian, dari kata “kegiatan” kita dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kegiatan disini adalah aktivitas,tindakan secara sepihak. Bila dalam perjanjian yang dilarang merupakan perbuatan hukum dua pihak maka dalam kegiatan yang dilarang adalah merupakan perbuatan hukum sepihak.

Adapun kegiatan kegiatan yang dilarang tersebut yaitu :

1. Monopoli

Adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha

2. Monopsoni

Adalah situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar yang besar yang bertindak sebagai pembeli tunggal,sementara pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang bertindak sebagai penjual jumlahnya banyak.

3. Penguasaan pasar

Di dalam UU no.5/1999 Pasal 19,bahwa kegiatan yang dilarang dilakukan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar yang merupakan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yaitu :

a. menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan;

b. menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya;

c. membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan;

d. melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.

4. Persekongkolan

Adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol (pasal 1 angka 8 UU No.5/1999).

5. Posisi Dominan

Artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan, penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu.

6. Jabatan Rangkap

Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa seorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain.

7. Pemilikan Saham

Berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada saat bersangkutan yang sama atau mendirikan beberapa perusahaan yang sama.

8. Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan

Dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, mengatakan bahwa pelaku usaha yang berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum yang menjalankan perusahaan bersifat tetap dan terus menerus dengan tujuan mencari keuntungan.

4. Perjanjian yang Dilarang 

1. Oligopoli

Adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar.

2. Penetapan harga

Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian antara lain :

a. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama ;

b. Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama ;

c. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar ;

d. Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah daripada harga yang telah dijanjikan.

3. Pembagian wilayah

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.

4. Pemboikotan

Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.

5. Kartel

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.

6.. Trust

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa.

7. Oligopsoni

Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.

8. Integrasi Vertikal

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolaan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.

9. Perjanjian tertutup

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.

10. Perjanjian dengan pihak luar negeri

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

5.  Hal-hal yang Dikecualikan dalam UU Anti Monopoli
Hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :
1. Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang terdiri dari:

(a) Oligopoli
(b) Penetapan harga
(c) Pembagian wilayah
(d) Pemboikotan
(e) Kartel
(f) Trust
(g) Oligopsoni
(h) Integrasi vertical
(i) Perjanjian tertutup
(j) Perjanjian dengan pihak luar negeri
2. Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
(a) Monopoli
(b) Monopsoni
(c) Penguasaan pasar
(d) Persekongkolan
3. Posisi dominan, yang meliputi :
(a) Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing
(b) Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi
(c) Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar
(d) Jabatan rangkap
(e) Pemilikan saham
(f) Merger, akuisisi, konsolidasi

 6. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.


  7. Sanksi dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.






Penutup

Kesimpulan
            Pelaku usaha melaksanakan kegiatan jual beli yang berasaskan demokrasi ekonomi sehingga dapet memperthatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum, agar tidak terjadi praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
           
Sumber:
http://tugaskuliah-adit.blogspot.com/2012/04/anti-monopoli-dan-persaingan-usaha.html
http://gabrielsebastian100.blogspot.com/2013/07/anti-monopoli-dan-persaingan-usaha.html





BAB 12 – Perlindungan Konsumen

MAKALAH ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
BAB 12 – Perlindungan Konsumen






Nama        : Regita Shandra Nirwana
Kelas         : 2EB23
NPM          : 26212088

UNIVERSITAS GUNADARMA


Kata Pengantar


Assalamualaykum warrahmatullahi wabarakatuh
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,hidayah dan rizki-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Bab 12 Softskill ini yang membahas tentang  Perlindungan Konsumen. Pembuatan Makalah ini merupakan tugas dari mata kuliah Softskill.
Upaya perlindungan konsumen di tanah air didasarkan pada sejumlah asas dan
tujuan yang telah diyakini bias memberikan arahan dalam implementasinya di
tingkatan praktis
Semoga makalah ini bermanfaat bagi yang membacanya, dan tentunya makalah inipun jauh dari sempurna, karena sempurna hanya milik Allah SWT semata.

Wabillahi taufiq walhidayah, wassalamualaykum warrahmatullahi wabarakatuh





Bekasi, Mei 2014       
  Penulis,                                             











Daftar Isi
Kata Pengantar………………………………………………………...2
Daftar Isi………………………………………………………………..3
Perlindungan Konsumen………….…………….……………………..4
1.    Pengertian Konsumen……………………………………………...4
2.    Azas dan Tujuan……………………………………………………4
3.    Hak dan Kewajiban Konsumen…………………………………...4
4.    Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha………………………………..5
5.    Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha……………………...6
6.    Klausula Baku dalam Perjanjian………………………………….6
7.    Tanggung Jawab Pelaku Usaha…………………………………...7
8.    Sanksi………………………………………………………………..8

Penutup…………………………………………………………………9
Kesimpulan……………………………………………………..9
Sumber……………….…………………………………………9









1. Konsumen 
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Jika tujuan pembelian produk tersebut untuk dijual kembali (Jawa: kulakan), maka dia disebut pengecer atau distributor.
.
2. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
Dengan adanya asas dan tujuan yang jelas, hukum perlindungan
konsumen memiliki dasar pijakan yang benar-benar kuat.
2.4.1. Asas perlindungan konsumen .
Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 2, ada lima asas perlindungan
konsumen.
Asas manfaat
Maksud asas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar- besarnya bagi kepentingankonsumen dan pelau usaha secara keseluruhan.
Asas keadilan
Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bias diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknyadan melaksanakan kewajibannya secara adil.
Asas keseimbangan
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material maupun spiritual. d. Asas keamanan dan keselamatan konsumen.
Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
Asas kepastian hukum
Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.

3. Hak dan Kewajiban Konsumen
Hak-Hak Konsumen
Sebagai pemakai barang/jasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban. Pengetahuan tentang hak-hak konsumen sangat penting agar orang bisa bertindak sebagai konsumen yang kritis dan mandiri. Tujuannya, jika ditengarai adanya tindakan yang tidak adil terhadap dirinya, ia secara spontan menyadari akan hal itu. Konsumen kemudian bisa bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya. Dengan kata lain, ia tidak hanya tinggal diam saja ketika menyadari bahwa hak-haknya telah dilanggar oleh pelaku usaha.
Berdasarkan UU Perlindungan konsumen pasal 4, hak-hak konsumen sebagai berikut :
Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang/jasa.
Hak untuk memilih dan mendapatkan barang/jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan .
Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa.
Hak untuk didengar pendapat keluhannya atas barang/jasa yang digunakan.
Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskrimainatif.
Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau penggantian, jika barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Disamping hak-hak dalam pasal 4 juga terdapat hak-hak konsumen yang dirumuskan dalam pasal 7, yang mengatur tentang kewajiban pelaku usaha. Kewajiban dan hak merupakan antinomi dalam hukum, sehingga kewajiban pelaku usaha merupakan hak konsumen. selain hak-hak yang disebutkan tersebut ada juga hak untuk dilindungi dari akibat negatif persaingan curang. Hal ini dilatarbelakangi oleh pertimbangan bahwa kegiatan bisnis yang dilakukan oleh pengusaha sering dilakukan secara tidak jujur yang dalam hukum dikenal dengan terminologi ” persaingan curang”.
Di Indonesia persaingan curang ini diatur dalam UU No. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, juga dalam pasal 382 bis KUHP. Dengan demikian jelaslah bahwa konsumen dilindungi oleh hukum, hal ini terbukti telah diaturnya hak-hak konsumenyang merupakan kewajiban pelaku usaha dalam UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, termasuk didalamnya juga diatur tentang segala sesuatu yang berkaitan apabila hak konsumen, misalnya siapa yang melindungi konsumen (bab VII), bagaimana konsumen memperjuangkan hak-haknya (bab IX, X, dan XI).
Kewajiban Konsumen
Kewajiban Konsumen Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

4. Hak dan kewajiban pelaku usaha / pengusaha diatur dalam pasal 6 dan 7 UU No. 8 / 1999.

Hak pelaku usaha adalah:
1)    hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

2)    hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;

3)    hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;

4)    hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

5)    hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban pelaku usaha adalah:
1)    beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

2)    memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

3)    memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

4)    menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

5)    memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

6)    memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

7)    memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

5. PERBUATAN YANG DILARANG BAGI PELAKU USAHA
Dalam pasal 8 sampai dengan pasal 17 undang-undang nomor 8 tahun 1999, mengatur perbuatan hukum yang dilarang bagi pelaku usaha larangan dalam memproduksi atau memperdagangkan, larangan dalam menawarkan , larangan-larangan dalam penjualan secara obral / lelang , dan dimanfaatkan dalam ketentuan periklanan .

1. larangan dalam memproduksi / memperdagangkan.
Pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang atau jasa, misalnya :
• tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan ;
• tidak sesuai dengan berat isi bersih atau neto;
• tidak sesuai dengan ukuran , takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
• tidak sesuai denga kondisi, jaminan, keistimewaan sebagaimana dinyatakan dalam label
, etika , atau keterangan barang atau jasa tersebut;
• tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label;
• tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal;
• tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat barang, ukuran , berat isi atau neto

6. KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN
Di dalam pasal 18 undang-undang nomor 8 tahun 1999, pelaku usaha dalam menawarkan barang dan jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantunkan klausula baku pada setiap dokumen atau perjanjian, antara lain :

1. menyatakan pengalihan tanggungn jawab pelaku usaha .
2. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen.
3. pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang atau jasa yang di beli konsumen.
4. pemberian klausa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli konsumen secara angsuran
5. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau manfaat jasa yang dibeli oleh konsumen.
6. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa.

Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara terlihat atau tidak dapat dibaca seacra jelas atau yang pengungkapannya sulit dimengerti sebagai konsekuensinya setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha dalam dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana di atas telah dinaytakan batal demi hukum. Oleh karena itu , pelaku usaha diwajibkan untuk menyesuaikan klausula baku yang dibuatnya yang bertentangan dengan undang-undang.
7. TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA
Setiap pelaku usaha harus bertanggung jawab atas produk yang dihasilkan atau diperdagangkan. Tanggung jawab produk timbul dikarenakan kerugian yang dialami konsumen sebagai akibat dari “ produk yang cacat “, bisa dikarenakan kekurang cermatan dalam memproduksi, tidak sesuai dengan yang diperjanjikan atau kesalahan yang dilakukan oleh pelaku usaha. Dengan kata lain, pelaku usaha ingkar janji atau melakukan perbuatan melawan hukum.
Di dalam undang-undang nomor 8 tahun 1999 diatur psal 19 sampai dengan pasal 28. di dalam pasal 19 mengatur tanggung jawab kesalahan pelaku usaha terhadap produk yang dihasilkan atau diperdagangkan dengan memberi ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran, kerusakan, kerugian konsumen.
Sementara itu, pasal 20 dan pasal 21 mengatur beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian, sedangkan pasal 22 menentukan bahwa pembuktian terhadap ada tidaknya unsure kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana telah diatur dalam pasal 19
Di dalam pasal 27 disebut hal-hal yang membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab atas kerugian yand diderita konsumen, apabila :

1. barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksud untuk diedarkan ;
2. cacat barabg timbul pada kemudian hari;
3. cacat timul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang ;
4. kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen ;
5. lewatnya jangka waktu penuntutan 4 tahun sejak barang dibeli atau lewat jangka waktu yang diperjanjikan.
8. Hukuman atau sanksi adalah perlakuan tertentu yang sifatnya tidak mengenakkan atau menimbulkan penderitaan, yang diberikan kepada pihak pelaku perilaku menyimpang. Hukuman semestinya diberikan sebanding dengan kualitas penyimpangan yang dilakukan. Pemberian hukuman tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Biasanya pemberian hukuman dilakukan oleh pihak-pihak yang berwenang. Siapakah yang dimaksud sebagai pihak yang berwenang, sangat tergantung pada konteks persoalannya. Misalnya, dalam konteks kehidupan di kantor, maka pihak berwenang adalah atasan. Dalam konteks kehidupan soaial pihak yang berwenang memberikan hukuman misalnya polisi atau pengadilan.
Demikian pula, pemberian hukuman tidak boleh dilakukan sembarangan atau sesuka hati. Pada prinsipnya hukuman harus diberikan setimpal dengan kualitas kesalahan. Lembaga peradilan biasanya telah mengatur mekanisme pemberian hukuman. Fungsi dari hukuman, setidaknya ada dua, yaitu:
Menyadarkan pelaku perilaku meyimpang sehingga tidak melakukan perilaku menyimpang lagi.
Memberikan contoh kepada pihak yang tidak melakukan perilaku menyimpang, bahwa bila mereka melakukan perilaku menyimpang akan mendapatkan hukuman.














Penutup

Kesimpulan
            Memberikan perlindungan hak bagi para konsumen sebagaia pemakai barang dan jasa.

Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Konsumen
http://vegadadu.blogspot.com/2011/04/perbuatan-yang-dilarang-bagi-pelaku.html
http://vegadadu.blogspot.com/2011/04/klausula-baku-dalam-perjanjian.html
http://mardyantongara.wordpress.com/
http://sangkoeno.blogspot.com/2013/09/hak-dan-kewajiban-konsumen-serta-pelaku.html
http://vegadadu.blogspot.com/2011/04/tanggung-jawab-pelaku-usaha.html
http://www.pengertianahli.com/2013/12/pengertian-hukumansanksi.html