Saturday, April 6, 2013

TULISAN 1 PEREKONOMIAN INDONESIA

Nama      : Regita Shandra Nirwana
Kelas       : 1EB20
NPM       : 26212088 

Judul           : Pengendalian Bahan Bakar Minyak (BBM)

PENDAHULUAN

Bahan bakar adalah suatu materi apapun yang bisa diubah menjadi energi. Biasanya bahan bakar mengandung energi panas yang dapat dilepaskan dan dimanipulasi. Kebanyakan bahan bakar digunakan manusia melalui proses pembakaran (reaksi redoks) dimana bahan bakar tersebut akan melepaskan panas setelah direaksikan dengan oksigen di udara. Proses lain untuk melepaskan energi dari bahan bakar adalah melalui reaksi eksotermal dan reaksi nuklir (seperti Fisi nuklir atau Fusi nuklir). Hidrokarbon (termasuk di dalamnya bensin dan solar) sejauh ini merupakan jenis bahan bakar yang paling sering digunakan manusia. Bahan bakar lainnya yang bisa dipakai adalah logam radioaktif.
Bahan Bakar Minyak (BBM)
Bahan bakar Minyak merupakan bahan bakar yang berbentuk cair paling populer. Selain bisa digunakan untuk memanaskan air menjadi uap, bahan bakar cair biasa digunakan kendaraan bermotor. Karena bahan bakar cair seperti Bensin bisa dibakar dalam karburator dan menjalankan mesin.







ISI

Pengendalian Bahan Bakar Minyak (BBM)
Di tengah keraguan untuk segera menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi demi menekan subsidi energi yang membengkak, pemerintah justru kembali memunculkan rencana untuk membatasi konsumsi BBM bersubsidi bagi kendaraan.
Dikendalikannya BBM bersubsidi dikarenakan penggunaannya yang sudah berlebihan. Hal tesebut membuat fiskal pemerintah tidak optimal.
Dengan menggunakan sistem pemantauan dan pengendalian berbasis teknologi, pemerintah akan mengontrol pembelian BBM bersubsidi di setiap stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU). Tujuannya, agar pengguna kendaraan memakai bahan bakar bersubsidi di tingkat yang wajar.
Penjatahan pembelian BBM bersubsidi itu juga diyakini pemerintah bisa mencegah praktik penyalahgunaan BBM bersubsidi. Salah satu yang sering dilakukan di sejumlah daerah adalah membeli BBM bersubsidi jenis solar berulang kali untuk dijual kembali ke industri.
Selama ini penyalahgunaan dalam penyaluran BBM bersubsidi dituding sebagai salah satu penyebab tingginya konsumsi BBM bersubsidi hingga melampaui kuota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Tahun lalu, pemerintah menambah kuota BBM bersubsidi dua kali sehingga kuotanya bertambah dari 40 juta kiloliter dalam APBN 2012 menjadi 45,27 juta kiloliter.
Dalam APBN 2013, kuota BBM bersubsidi ditetapkan 46 juta kiloliter, dengan asumsi harga minyak mentah Indonesia (Indonesia crude oil price/ICP) 100 dollar AS per barrel dan subsidi BBM Rp 193,8 triliun. Jika ICP mencapai 115 dollar AS per barrel, subsidi BBM diperkirakan bertambah Rp 50 triliun dari yang dianggarkan. Belum lagi jika konsumsi BBM bersubsidi melampaui kuota.
Terkait hal itu, penerapan sistem pengendalian BBM bersubsidi berbasis teknologi diklaim mampu mengubah perilaku pengguna kendaraan menjadi hemat BBM, mengatasi praktik penyalahgunaan BBM bersubsidi, dan menjaga kuota BBM bersubsidi agar tidak kembali jebol.
Dalam sistem itu, penghitungan volume penyaluran BBM bersubsidi dilakukan di tingkat stasiun pengisian bahan bakar untuk umum, bukan lagi dihitung berdasarkan volume BBM bersubsidi yang keluar dari depot BBM. Seluruh transaksi pembelian BBM bersubsidi tercatat di komputer, termasuk data kendaraan, dan terhubung dengan SPBU lain.
Uji coba telah dilakukan di Banjarmasin tahun lalu, tetapi sebatas mencatat transaksi pembelian BBM bersubsidi. Kini pemerintah berencana memanfaatkan sistem itu untuk membatasi konsumsi BBM bersubsidi. Jadi, setiap kendaraan dijatah volume harian pembelian BBM bersubsidi. Jika jatahnya habis, mulut selang tangki tidak lagi mengucurkan bahan bakar.
Namun, belum ada kejelasan pendanaan pengadaan perangkat teknologi itu, apakah dengan penambahan alpha (margin dan biaya distribusi) dalam APBN atau ditanggung Pertamina lewat pemotongan dividen ke pemerintah. Apalagi sejauh ini belum ada payung hukum dan aspek konstitusional sebagai dasar pembenaran pemerintah untuk membatasi masyarakat hanya mengonsumsi BBM bersubsidi dalam volume tertentu.
Di sisi lain, penerapan kebijakan itu dinilai rumit dan kompleks dalam implementasi, memerlukan waktu, kesiapan infrastruktur dan jaringan teknologi informasi yang andal, serta kesiapan petugas di lapangan. Apalagi tercatat ada sekitar 98.000 dispenser yang harus dipasangi perangkat teknologi yang tersebar di sekitar 5.000 SPBU.
Namun, efektivitas kebijakan mengendalikan volume BBM bersubsidi agar tidak jebol itu masih diragukan. Sebenarnya hal itu pernah diwacanakan pada tahun 2008, dengan ide kartu pintar yang juga berbasis teknologi, tetapi batal diterapkan karena kompleksitas dan rendahnya efektivitas.
Karena itu, pemerintah mesti mengkaji dan mempersiapkan kebijakan itu secara komprehensif agar tak sampai dipermasalahkan. Jangan sampai kebijakan itu hanya seperti mengulang lagu lama karena keengganan memilih opsi kenaikan harga yang jelas lebih rasional secara ekonomi.
Bahan Bakar Alternatif.
Bahan bakar minyak (BBM )yang saat ini sedang dibicarakankan terutama pada BBM bersubsidi yang tentunya harus dikendalikan karena penggunaannya yang sudah berlebihan. Dengan adanya pengendalian tersebut, masyarakat diimbau untuk beralih ke BBM non subsidi yaitu Pertamax atau menggunakan Bahan bakar alternatif lain.
Air Laut Bahan Bakar Alternatif Pengganti BBM
Bagi masyarakat awam, air laut hanya dianggap air asin yang mungkin hanya menghasilkan garam. Namun, bagi para ilmuwan yang menekuni ilmu kelautan, air laut ternyata memiliki kekuatan dahsyat sebagai energi alternatif pengganti bahan bakar minyak semisal solar atau premium.
Pengembangan air laut menjadi bahan bakar alternatif tidak hanya ramah lingkungan karena tidak menimbulkan pencemaran layaknya bahan bakar minyak, pemanfaatan air laut sebagai pembangkit listrik.
Pemanfaataan air laut sebagai bahan bakar alternatif juga sangat didukung dengan kondisi bentang alam Indonesia yang memiliki lautan yang lebih luas dibandingkan daratan.
Kawasan daerah kepulauan maupun pesisir pantai di di Bumi Khatulistiwa sangat cocok untuk pengembangan air laut sebagai bahan bakar.  Air laut cocok dijadikan bahan bakar kapal nelayan menggantikan solar.
Cara kerjanya, air laut terlebih dahulu diendapkan sebelum disuling dalam sebuah tempat penampungan. Setelah disuling dengan alat penyulingan berukuran 0,1 mikron, maka akan memproduksi minyak sel yang berasal dari biota laut.
Di Amerika, teknologi biodiesel air laut telah digunakan untuk kebutuhan industri, juga untuk bahan bakar kapal nelayan dan listrik warga masyarakat di pulau-pulau.
Listrik berpotensi menjadi sumber energi alternatif untuk masa depan. Emisi gas buang yang dihasilkannya adalah nol alias tak ada sama sekali. Hal ini tentu saja sangat mendukung upaya pelestarian lingkungan. Mobil bertenaga listrik menjadi solusi yang menjanjikan. Namun pemakaiannya perlu didukung oleh para produsen komponen listrik.
Etanol atau Metanol merupakan varian dari alkohol, dan dapat dihasilkan dari gas alam atau sumber daya alam lain yang mengandung karbon. Masa depan alkohol sebagai bahan bakar alternatif cukup menjanjikan, karena memiliki tingkat polusi rendah, sehingga lebih ramah lingkungan. Etanol juga relatif lebih murah diproduksi, meskipun sebagian masih bergantung pada cadangan gas alam.
Hidrogen diproduksi dengan memecah gas alam dan sumber daya lain yang sejenis. Sumber terbesar hidrogen adalah air. Ketika teknologi untuk mensintesis hidrogen dari air telah ekonomis, hidrogen berpotensi besar menjadi arus utama bahan bakar di masa depan. Banyak penelitian masih harus dilakukan, dan penggunaan hidrogen sebagai bahan bakar alternatif sangatlah potensial.
Biodiesel dibuat dengan mengolah dan mengekstrak energi dari berbagai macam tanaman dan sayuran. Bahan mentah untuk biodiesel amat melimpah sekaligus merupakan bahan bakar yang ramah lingkungan dengan emisi rendah. Satu-satunya hambatan dalam proses produksinya adalah peralatan yang dapat mengekstrak sejumlah besar energi biomassa dari berbagai sumber.
Gas alam tergolong bahan bakar yang bersih. Gas alam diperoleh langsung dari alam atau hasil sampingan pengeboran minyak bumi, dan jumlahnya masih sangat besar. Gas alam dikenal memiliki emisi buang lebih rendah dibanding bensin atau solar, sehingga lebih ramah lingkungan. Fakta juga menunjukkan gas alam mengeluarkan emisi karbon monoksidan 90% lebih rendah dibandingkan bensin atau solar.
E85 adalah jenis bahan bakar yang bisa digunakan sebagai alternatif bagi bensin. E85 adalah campuran etanol (85 persen) dan bensin (15 persen). Kelemahannya, E85 kurang efisien dibandingkan dengan bensin. Dibutuhkan dua kali E85 lebih banyak dibanding bensin untuk menempuh jarak yang sama.


PENUTUP

Dengan adanya pengendalian BBM dan beralih ke bahan bakar non subsidi dan bahan bakar alternatif  setidaknya dapat mengurangi pembengkakan dana APBN pada kuota BBM  bersubsidi.


















DAFTAR PUSTAKA
http://www.jurukunci.net/2012/06/air-laut-bahan-bakar-alternatif.html
http://ekbis.sindonews.com/read/2013/03/11/33/726017/membebani-fiskal-bbm-bersubsidi-harus-dikendalikan
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/03/27/09065495/Pengendalian.BBM.Mengulang.Lagu.Lama
http://www.otosia.com/berita/inilah-6-bahan-bakar-alternatif-pengganti-minyak-6.html




No comments:

Post a Comment